Utang bisa menjadi pedang bermata dua. Di satu sisi utang mencerminkan ketidakmandirian dan ketergantungan dalam bertahan hidup.
Namun di sisi lain, utang juga bisa dipandang sebagai keinginan untuk maju. Utang bisa menjadi alat menuju kehidupan yang lebih baik agar tidak terjebak dalam kondisi yang begitu-begitu saja.
Seperti dikutip dari riset CNBC Indonesia Pandangan itu bisa disematkan dalam pengelolaan anggaran negara. Kebijakan fiskal yang ekspansif diharapkan mampu mendorong ekonomi terus tumbuh dan kesejahteraan rakyat membaik.
Apalagi saat ini dunia sedang menghadapi tantangan maha berat bernama pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019 Covid-19). Pandemi ini terpaksa membuat masyarakat berjarak, tidak bisa melakukan aktivitas dengan normal seperti dulu atas nama penegakan protokol kesehatan.
Alhasil, dua sisi ekonomi terpukul sekaligus, pasokan dan permintaan. Ekonomi dunia pun masuk jurang resesi, pertama sejak krisis keuangan global 2008-2009. Bahkan skalanya lebih dahsyat, disebut-sebut sebagai krisis terparah sejak Depresi Besar pada 1930-an.
Pembatasan sosial (social distancing) membuat ekonomi mati suri. Dunia usaha dan rumah tangga lesu. Pendapatan anjlok, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di mana-mana.
Ini membuat setoran pajak melorot. Di Indonesia, penerimaan pajak dalam negeri pada Januari-September 2020 tercatat Rp 892,44 triliun. Anjlok 14,13 dibandingkan periode yang sama tahu sebelumnya.
Kalau pajak loyo jadinya tutup anggaran pakai utang Cek di halaman berikutnya.